Negeri Lima Menara (Pondok Gontor)

Tulisan ini, ada di notes facebookku. Untuk anak-anakku dan semua anak-anak yang membaca tulisan ini

Untuk anakku, seorang calon mujahid…

Tulisan ini adalah kisah lima orang santri dari suatu pondok besar di kota Ponorogo, Jawa Timur.

Kisah lima sahabat yang sedang mondok di sebuah pesantren, dan kemudian bertemu lagi ketika mereka sudah beranjak dewasa. Uniknya, setelah bertemu, ternyata apa yang mereka bayangkan ketika menunggu Azhan Maghrib di bawah menara masjid benar-benar terjadi. Itulah cuplikan cerita novel laris Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi .

Ahmad Fuadi yang berperan sebagai Alif di novel itu berkisah, ia tak menyangka dan tak percaya bisa menjadi seperti sekarang ini. Pemuda asal Desa Bayur, Maninjau, Sumatera Barat itu adalah pemuda desa yang diharapkan bisa menjadi seorang guru agama seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Keinginan kedua orangtua Fuadi tentu saja tidak salah. Sebagai “amak” atau Ibu kala itu, menginginkan agar anak-anaknya menjadi orang yang dihormati di kampung seperti menjadi guru agama.
“Mempunyai anak yang sholeh dan berbakti adalah sebuah warisan yang tak ternilai, karena bisa mendoakan kedua orangtuanya mana kala sudah tiada,” ujar Ahmad Fuadi mengenang keinginan Amak di kampung waktu itu.

Namun ternyata Fuadi alias Alif mempunyai keinginan lain. Ia tak ingin seumur hidupnya tinggal di kampung. Ia mempunyai cita-cita dan keinginan untuk merantau. Ia ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Namun, keinginan Alif tidaklah mudah untuk diwujudkan. Kedua orangtuanya bergeming agar Fuadi tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk menjadi guru agama. Namun berkat saran dari ”Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo, akhirnya Fuadi kecil bisa merantau ke Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur. Dan, disinilah cerita kemudian bergulir. Ringkasnya Fuadi kemudian berkenalan dengan Raja alias Adnin Amas, Atang alias Kuswandani,Dulmajid alias Monib, Baso alias Ikhlas Budiman dan Said alias Abdul Qodir.

Kelima bocah yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor ini setiap sore mempunyai kebiasaan unik. Menjelang Azan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Dengan membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Fuadi mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, sebuah negara yang ingin ia kunjungi kelak lulus nanti. Begitu pula lainnya menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua Eropa.
Melalui lika liku kehidupan di pesantren yang tidak dibayangkan selama ini, ke lima santri itu digambarkan bertemu di London, Inggris beberapa tahun kemudian. Dan, mereka kemudian bernostalgia dan saling membuktikan impian mereka ketika melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur.

Belajar di pesantren bagi Fuadi ternyata memberikan warna tersendiri bagi dirinya. Ia yang tadinya beranggapan bahwa pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar. Di pesantren ternyata benar-benar menjujung disiplin yang tinggi, sehingga mencetak para santri yang bertanggung jawab dan komitmen. Di pesantren mental para santri itu ”dibakar” oleh para ustadz agar tidak gampang menyerah. Setiap hari, sebelum masuk kelas, selalu didengungkan kata-kata mantera ”Manjadda Wajadda” jika bersungguh-sungguh akan berhasil.

”Siapa mengira jika Fuadi yang anak kampung kini sudah berhasil meraih impiannya untuk bersekolah dan bekerja di Amerika Serikat? Untuk itu, jangan berhenti untuk bermimpi,” ujar Ahmad Fuadi memberikan nasihat.

Anakku teruslah berjuang untuk mimpimu menjadi seorang mujahid. Saat ini kau seorang siswa yang sedang belajar, maka seorang siswa mujahid adalah murid yang haus untuk belajar ilmu. Berjuanglah…. mujahid mudaku.

About Arif Kamar Bafadal

Dosen statistika dan operation research. Blog dibuat agar dapat berbagi pengetahuan tentang statistika dan operation research melalui pengalaman dan tulisan. Blog ini menyampaikan pesan "belajar lalu mengajar" agar selalu tercipta motivasi yang kuat untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan secara khusus pada bidang statistika dan operation research, agar para mahasiswa tidak terjebak dengan sesuatu yang terbatas.
This entry was posted in Cerita Hikmah and tagged , , . Bookmark the permalink.

5 Responses to Negeri Lima Menara (Pondok Gontor)

  1. Abu Yusuf says:

    Bermimpilah terus dengan impian besar ………. hingga benar-benar menjadi sebuah kenyataan

  2. al ilmu says:

    Assalamualaikum,
    Kisah yang baik, untuk diambil pelajaran, akan tetapi yang dibutuhkan umat saat ini adalah da’i yg istiqomah mengajarkan agama dng pemahaman yang benar. Seperti yg dikatakan Imam Zarkasyi Gontor ketika 50 th Gontor saat ditanya tentang keberhasilan alumni Gontor di tingkat Nasional seperti Nurcholis Majid, Beliau menjawab ” Alumni Gontor yg berjasil adalah mereka yg konsisiten mengajarkan agama walau hanya disurau” dmikian cerita teman saya yang dapat cerita tsb dari Ustadz kami Rohmad Al Arifin rohimahullah (alumni Gontor)

    24 Romadhon 1432 H
    http://www.ilmuislam2011.wordpress.com

    • Wa’alaikum salam, om Agus …. terima kasih telah mampir ke blog saya. Saya juga sudah mengunjungi blognya. Saya bisa banyak belajar dari blog itu …. Tulisan itu hampir setahun saya tulis, saya ingin anak-anak walau di pondok tetap bisa memiliki impian yang tinggi…

  3. Impian yang tinggi harus dibangun dan digantungkan kepada Yang Maha Tinggi. Sebab, hanya DIA yang memiliki segala kejayaan. DIA-lah yang mengabulkan segala permohonan. Amin

  4. Aft4 says:

    novel itu sudah ada di lemari rumahku sejak awal diluncurkan, istriku yang beli dan sudah membacanya, dan ketika gantian aku mau baca cintaku bilang kalo sebenarnya banyak ceritaku yang lebih menarik dari isi novel itu hanya saja aku harus belajar banyak lagi bagaimana bercerita,..akhirnya sampai sekarang belum juga aku baca hehehehe …

Leave a comment